Rabu, 18 April 2012

RASA SYUKURKU……


Rasa syukur tiada terhingga  kupanjatkan ke hadirat Allah SWT karena aku ditakdirkan menjadi guru di TK Islam Al Azhar 14 Semarang yang indah dan menyenangkan. Keindahan yang  kurasakan bukan karena gedungnya yang megah atau lingkungannya yang asri tetapi karena kehadiran  putra-putri kecil kami yang menggemaskan.
Menghabiskan hari bersama anak-anak yang unik, membuatku tak pernah kehabisan energi. Bergerak ke sana ke mari, mendengarkan sapaan, pertanyaan, dan cerita beraneka ragam membuatku merasa menjadi orang yang paling kaya di dunia. Sungguh merupakan anugerah bisa mengasuh dan mendampingi anak didik kami.
Aku tidak pernah berharap banyak meskipun sekedar dikenang oleh anak didikku, kecuali harapan agar mereka bisa terus tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang mandiri, cerdas, kuat, tangguh, religius, dan peduli.
           

Senin, 16 April 2012

LAGU UNTUK ANAKKU


Sekelompok burung terbang. Anakku menengadah sambil menunjuk ke kawanan burung hingga tak terlihat lagi dari pandangan.
“Maukah kamu jadi burung?”
 “Mau!” katanya. “Nanti Ibu ikut aku ya?”
“Ke mana?”
“Terbang jauh sekali!”
Lalu aku bersenandung…..
            AKU BURUNG, BISA TERBANG
            KUMELAYANG DI ANGKASA
            SIAPA IKUT, BOLEH SERTA
            MENGELILINGI DUNIA
           .....................................
          Jadilah sebuah lagu baru dan kini sudah dibuatkan aransemen oleh seorang teman.
          O... indahnya ketika disenandungkan oleh murid-muridku........

SELAMAT PAGI


Kemarin pagi, kutemukan seorang muridku bergelayut di kaki ayah. Dia dekap erat tak mau lepas, sementara anak-anak yang lain berlarian dan ada pula yang bergelantungan di atas mainan.
“Ayo ibu temani bermain ?” sapaku. Dia menangis sambil memeluk erat ayah.
Kuberikan senyum pada ayah sebagai isyarat agar melonggarkan dekapan anak. Kupeluk muridku dari belakang, dan sebuah anggukan agar ayah melepaskan putranya. Dalam dekapanku, muridku tersedu.
“Ada masalah dengan temanmu?” Dia menggeleng. “Atau dengan bu gurumu?” Dia menggeleng lagi.
“Oke, mungkin kamu sedih?” Dia diam. “Kalau begitu, kita jalan-jalan sebentar barangkali sedihmu berkurang!”
Dalam dua, tiga langkah tangisnya tak terdengar lagi. Aku berhenti dan meminta ijin untuk menghapus bekas air matanya. Kutatap matanya dan kuhadiahkan senyuman untuknya.
“Terima kasih kamu sudah tenang, silahkan bergabung dengan temanmu.”
Dia berlari meninggalkan aku. “Hmm… pagi yang indah.”